Ketika Tuhan Rasanya Tidak Berpihak
Sumber: Jawaban.com

Kata Alkitab / 15 April 2025

Kalangan Sendiri

Ketika Tuhan Rasanya Tidak Berpihak

Lori Official Writer
178

“Tuhan tidak baik…!, jangan bicara kebaikan Tuhan saat ini. Karena bagi saya Dia tidak adil karena telah mengambil orang yang saya cintai dari kehidupan saya dan keluarga.” Perkataan ini menghantam seperti petir di siang bolong. Diucapkan oleh seorang rekan pelayanan yang saya kenal sejak awal keterlibatan saya dalam pelayanan rohani pada tahun 2018, kata-kata itu mencerminkan kekecewaan yang begitu dalam. Secara manusiawi, respons seperti ini mungkin dapat dimaklumi. Namun, apakah hal tersebut benar dan patut?

Mari kita renungkan kisah Ayub yang tertulis dalam Ayub 1:20-21:

"Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya: 'Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!’”

 

Baca Juga: Berkat Kekuatan Doa! Tokoh-tokoh Alkitab Ini Alami Mujizat Kesembuhan

 

Dalam penderitaan yang luar biasa—kehilangan harta, anak-anak, bahkan kesehatannya—Ayub tetap memuliakan Tuhan. Ayub 1:22 menambahkan, “Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut.”

Kisah Ayub mengajarkan kita tentang iman yang sejati—iman yang tidak bergantung pada keadaan, tetapi berakar pada pengenalan yang benar akan Tuhan. Ayub tidak mengerti sepenuhnya alasan di balik penderitaannya. Bahkan, ketika sahabat-sahabatnya mencoba menjelaskan dari sudut pandang teologis, hal itu justru memperparah luka batinnya. Namun, satu hal yang tidak berubah: Ayub tidak pernah melepaskan kepercayaannya kepada Tuhan.

Saudara terkasih, kita pun mungkin menghadapi masa-masa sulit yang tidak masuk akal. Dalam saat seperti itu, sangat penting untuk tetap berpegang pada iman yang teguh, meskipun tidak ada jawaban yang memuaskan hati. Kejujuran Ayub dalam mengungkapkan kesedihan, keputusasaan, bahkan kemarahannya menunjukkan bahwa relasi dengan Tuhan dibangun bukan di atas kepura-puraan, melainkan kejujuran yang tulus. Tuhan menghargai kejujuran hati kita; Dia rindu kita datang dalam doa, membawa segala keluh kesah kita kepada-Nya.

 

 

Baca Juga: 4 Tokoh Alkitab di Perjanjian Lama yang Melakukan Hal Besar bagi Tuhan di Usia Tuanya

 

Akhirnya, Ayub menyadari betapa terbatasnya pemahaman manusia terhadap rencana Tuhan. Ia berkata dalam Ayub 42:2-6:

"Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal... Hanya dari kata orang saja aku mendengar tentang Engkau, tetapi sekarang mataku sendiri memandang Engkau..."

Inilah inti dari iman yang sejati: percaya kepada Tuhan bukan karena kita mengerti, melainkan karena kita mengenal siapa Dia. Tuhan adalah Allah yang berdaulat; hikmat-Nya jauh melampaui akal kita yang terbatas. Maka, mari kita belajar untuk tetap percaya dan menyembah, sekalipun hidup tidak selalu berjalan seperti yang kita harapkan.

Biarlah nama Tuhan senantiasa dipermuliakan dalam setiap musim kehidupan kita.

Tuhan Yesus memberkati.



Artikel ini ditulis oleh kontributor Jawaban atas nama Liana M. Tapalahwene, S.Kom, Fasilitator CBN Indonesia Wilayah Papua

Halaman :
1

Ikuti Kami